Seputar Sampradaya

Masuknya Sampradaya dalam Anggaran Rumah Tangga Parisada khususnya Pasal 12 ayat 1 huruf b butir 3 cukup mengundang masalah khususnya di Bali dan beberapa daerah lainnya. Di Bali kehadiran Sampradaya dijadikan salah satu alasan oleh kelompok tertentu untuk tidak mengakui hasil-hasil Maha Sabha VIII di Denpasar tahun 2001 yang lalu. Sampai saat ini banyak diantara umat Hindu belum memahami apa yang dimaksud dengan Sampradaya sehingga sering terpengaruh oleh isu bahwa Sampradaya hendak meniadakan tatanan ritual agama Hindu antara lain : banten dan caru.

Salah satu referensi yang kita temukan untuk dapat memahami kehadiran Sampradaya adalah Lampiran Ketetapan Maha Sabha VIII No. III/TAP/M.SABHA/VIII/2001 tanggal 23 September 2001 butir 1 dan 2 yang menyatakan:
1) PHDI sebagai Majelis Tertinggi Agama, wajib mengayomi segenap umat secara pribadi maupun “yang menghimpun diri dalam berbagai kelompok spiritual” yang didasarkan ajaran Hindu;
2) Kelompok Spiritual/Sampradaya dalam melaksanakan aktivitas keagamaan agar berkonsultasi dan selalu taat pada Keputusan Parisada sesuai tingkatannya serta tetap menghormati pelaksanaan agama yang telah menyatu dengan nilai-nilai budaya dan tradisi setempat.

Untuk meredam reaksi atas kehadiran Sampradaya/Kelompok Spiritual melalui kegiatan pemahaman/pendalaman Kitab Suci Veda, kami bersama-sama Dirjen Bimas Hindu dan Buddha mendorong bertemunya beberapa Kelompok Spiritual/Sampradaya. Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Buddha tanggal 5 Desember 2001, beberapa Kelompok Spiritual/Sampradaya antara lain Yayasan Sri Satya Sai Baba Indonesia, Dewi Mandir, Yayasan Keluarga Besar Chinmaya Jakarta, Yayasan Radha Govinda, Guru Dwara Sikh Temple dan Paguyuban Majapahit telah membuat Kesepakatan Bersama mengenai 4 (empat) hal :
  • Sepakat untuk saling menghormati tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan masing-masing Sampradaya;
  • Sepakat untuk melaksanakan kegiatan kerohanian dan keagamaan sesuai dengan tata cara yang diyakini masing-masing serta dilaksanakan dalam lingkungan / tempat kegiatannya masing-masing;
  • Sepakat untuk tidak mencampuri tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan yang dilaksanakan di tempat masing-masing serta menghormati aturan yang berlaku;
  • Masing-masing menyadari bahwa ajaran agama Hindu merupakan ajaran suci dan sarat makna, karena itu wajib menghargai perbedaan persepsi dan tafsir yang dilaksanakan oleh masing-masing kelompok / sampradaya dengan tidak saling mencela satu dengan yang lain.

Disamping itu mereka sepakat untuk senantiasa mempertahankan persatuan dan kesatuan umat Hindu dengan menjaga hubungan yang harmonis satu dengan yang lain, menghormati dan melaksanakan Keputusan Maha Sabha VIII PHDI yang dilaksanakan tanggal 20 – 24 September 2001 di Denpasar Bali.

Kami bersama-sama Dirjen Bimas Hindu dan Buddha turut mengetahui kesepakatan tersebut. Selanjutnya kesepakatan tersebut telah disebarluaskan ke seluruh Pengurus Parisada Propinsi dengan harapan agar diteruskan pula ke Pengurus Parisada Kabupaten / Kota. Sampradaya yang membuat Kesepakatan tersebut sepakat untuk secara periodik mengadakan pertemuan dan bergiliran menjadi tuan rumah untuk pertemuan tersebut dalam rangka mengevaluasi dan meningkatkan hubungan / kerjasama satu dengan yang lainnya.

Walaupun kami telah memberikan dorongan agar mereka membentuk perwakilan di berbagai daerah dan mengendalikan serta mengawasi pelaksanaan kegiatannya namun dalam kenyataanya Sampradaya-Sampradya yang ada di daerah tidak semuanya berinduk kepada yang ada di Jakarta. Kenyataannya dalam banyak hal mereka berjalan dan melakukan kegiatan sendiri-sendiri.

Kehadiran Kelompok Spiritual / Sampradaya dapat dibedakan dalam beberapa kategori:
  • Sampradaya yang secara tekun melakukan pemahaman / pendalaman terhadap Kitab Suci Veda dan Kitab Suci Agama Hindu lainnya dan sering berkonsultasi serta menghadiri acara-acara yang diselenggarakan oleh Parisada (jumlahnya tidak banyak);
  • Sampradaya yang melakukan aktivitas keagamaan namun tidak pernah / jarang berkonsultasi dengan Parisada dan dalam pelaksanaan kegiatannya kurang menghormati pelaksanaan ritual agama yang telah menyatu dengan nilai-nilai budaya / tradisi setempat;
  • Sampradaya yang melakukan kegiatan di bidang spiritual dengan melibatkan umat beragama yang keyakinannya berbeda-beda dengan alasan bahwa ajaran agama yang diyakininya belum mampu memberikan pencerahan spiritual;
  • Sampradaya yang baru berusaha mendaftarkan diri ke Parisada menjelang ada kegiatan Pesamuhan Agung / Maha Sabha agar bisa dipertimbangkan untuk menjadi peserta / paling tidak menjadi peninjau dalam kegiatan tersebut.

Dibeberapa daerah antara lain di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Lampung, kehadiran Sampradaya tertentu mendapat reaksi negatif dari lingkungan agama yang telah menyatu dengan nilai-nilai budaya dan tradisi setempat karena dinilai tidak menghargai dan menghormati nilai-nilai budaya dan tradisi tersebut. Sehubungan dengan itu seluruh jajaran Parisada disetiap tingkatan diharapkan dapat mengawasi pelaksanaan kegiatan Sampradaya didaerahnya masing-masing dan lebih dari itu diharapkan dari Kelompok Spiritual / Sampradaya yang menyatakan dirinya Hindu dan telah mencatatkan keberadaannya kepada Parisada pada setiap tingkatan dapat menghormati tatanan pelaksanaan ritual agama yang telah menyatu dengan nilai-nilai budaya dan tradisi setempat agar maksud baiknya untuk memahami dan mendalami Kitab Suci Veda dan Kitab Suci agama Hindu lainnya dapat diwujudkan dengan baik dan kehadirannya dapat diterima ditengah-tengah masyarakat Hindu.

Dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar